European Journal of Business and Management. This study analyses the influence of al-ri'ayah (leadership) in a family to the intention of the family. Anshari, 1993, Wawasan Islam, (pokok-pokok Fikiran tentang Islam dan Ummatnya). Qurthubi, Syaikh Imam, 2003, Tafsir Al Qurthubi (Jilid 5), Penerbit: Pustaka Azzam.
Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad, yang di nukil secara mutawatir kepada kita, yang isinya memuat petunjuk bagi kebahagiaan kepada orang yang percaya kepadanya. Al-Qur’an, sebuah kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci juga diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana Lagi Maha Tahu. Sekalipun turun di tengah bangsa Arab dan dengan bahasa Arab, tetapi misinya tertuju kepada seluruh umat manusia, tidak berbeda antara bangsa Arab dengan bangsa non Arab, atau satu umat atas umat lainnya. Keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah umat Islam, karena berfungsi sebagai hudan (petunjuk), furqan (pembeda), sehingga menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan, ditambah keinginan untuk memahami petunjuk yang terdapat didalamnya telah melahirkan beberapa metode untuk memahami al-Qur’an. Bermunculanlah karya-karya tafsir yang beraneka ragam yang kesemuanya berkeinginan untuk memahami apa yang terdapat didalam al-Qur’an agar dapat membimbing dan menjawab permasalahan-permasalahan umat manusia dimuka bumi ini. Al-Thabathaba’i bernama lengkap Sayyid Muhammmad Husain bin al-Sayyid Muhammad Husain bin al-Mirza ‘Ali Ashghar Syaikh al-Islam al-Thabathaba’i al-Tabrizi al-Qadhi.
Nama al-Thabathaba’i adalah sebuah nama yang dinisbatkan kepada salah satu kakeknya, yakni Ibrahim Thabathaba ’i bin Isma’il al-Dibaj. Ia dilahirkan di kota Tabriz, pada 29 Zulhijjah 1321 H/1892 M. Ia lahir dan tumbuh besar dalam sebuah keluarga ulama terkemuka dan terkenal akan keutamaan dan pengetahuannya terhadap agama. Nasabnya bersambung hingga Nabi Muhammad Saw., dan termasuk dari keturunan yang keempat belas. Semua kakek-kakeknya adalah ulama-ulama terkemuka dan terkenal di kota Tabriz. Situasi dan kondisi politik kota Najf antara tahun 1923-1933, kurun waktu ketika Thabathaba’i belajar di Najf, berada dalam pergolakan so s ial dan politik sebagai imbas dari Perang Dunia Pertama. Setelah inggris menguasai Iran, maka dengan sendirinya najf, dahulu sebagai wilayah kekaisaran Utsmaniyyah, terlepas.
Keadaan ini memberi bias bagi penduduk untuk melakukan pemberontakan. Masyarakat mendirikan sebuah lembaga dan organisasi dalam menghimpun kekuatan untuk melawan penjajahan Inggris.
11 Dengan situasi seperti inilah Thabathabai menjalani masa-masa kehidupannya. Ia juga mempunyai hubungan akrab dengan beberapa revolusioner Iran pada masa itu. Tafsir al-Mizan terdiri dari delapan ribu empat puluh satu halaman (8041). Kitab berbahasa Arab ini telah dicetak hingga tiga kali dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persi.
Pada awalnya tujuan Thabathaba’i menulis kitab tafsir ini adalah untuk dijadikan mata kuliah di Universitas Qom, Iran. Kemudian mahasiswa-mahasiswanya mengusulkan agar tafsir yang masih berbentuk makalah-makalah tersebut untuk dibukukan menjadi sebuah kitab tafsir. Kemudian Thabathaba’i mengabulkan permintaan mahasiswa-mahasiswanya dengan menerbitkan volume pertama dari kitab tafsir ‘ gemuk ’ ini pada tahun 1956 M. Selanjutnya volume-volume berikutnya dirampungkan olehnya hingga mencapai dua puluh volume. Menurut al-Thabathaba’i, setiap ayat al-Qur’an dapat dipahami dari dua sisi, yaitu yang tersurat atau makna literal dari suatu ayat yang kemudian disebutnya sebagai aspek lahir dan pemahaman terhadap yang tersirat atau makna yang terdapat “di balik” teks ayat yang disebut aspek batin.
Dia menggunakan istilah ta’wil, dalam kitab tafsirnya, untuk maksud mengarahkan kembali pada permulaan atau asalnya. Dengan ta’wil berarti berusaha memahami rahasia batin teks karena makna batinlah makna yang sesungguhnya dari al-Qur’an.
![Ttg Ttg](/uploads/1/2/5/6/125635477/291833300.png)
Sebuah proses yang mengarahkan penemuan sesuatu dalam teks sebagaimana nampaknya ke pandangan esensi spiritual atau rahasia batinnya melalui tindakan spiritual atau intuitif. Oleh karena itu, ta’wil hanya bisa dilakukan oleh orang yang mempunyai otoritas dalam menerjemahkan agama, menurut al-Thabathaba’i adalah Nabi dan para imam Ahl al-Bayt.
Dari ketiga pendapat para mufassir di atas setidaknya bisa dianalisa lebih mendalam bahwa perbedaan pendapat antara Thabathaba’i dengan al-Qurthubi adalah berangkat dari permasalah n askh. Bagi Thabathaba’i, n askh dalam ayat ini tidak terjadi, karena naskh hanya berkaitan dengan masalah hukum, bukan dalam masalah ancaman dan janji sebagaimana ayat di atas.
Sementara bagi al-Qurthubi, naskh bisa dilakukan dalam wilayah non hukum. Sedangkan pendapat al-Zamakhsyari bermula dari redaksi kewajiban beriman kepada Allah dipahami bahwa secara implisit ayat itu bermakna keharusan masuk Islam.
Al-Thabathaba’i bernama lengkap Sayyid Muhammmad Husain bin al-Sayyid Muhammad Husain bin al-Mirza ‘Ali Ashghar Syaikh al-Islam al-Thabathaba’i al-Tabrizi al-Qadhi. Ia dilahirkan di kota Tabriz, pada 29 Zulhijjah 1321 H/1892 M. Ia lahir dan tumbuh besar dalam sebuah keluarga ulama terkemuka dan terkenal akan keutamaan dan pengetahuannya terhadap agama. Nasabnya bersambung hingga Nabi Muhammad Saw., dan termasuk dari keturunan yang keempat belas.
Al-Thabatabha'i wafat pada tanggal 15 November 1981 di kota Qum dan dimakamkan disana, setelah lama dirundung sakit. Tafsir al-Mizan terdiri dari delapan ribu empat puluh satu halaman (8041). Kitab berbahasa Arab ini telah dicetak hingga tiga kali dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persi. Mula-mula tujuan Thabathaba’i menulis kitab tafsir ini adalah untuk dijadikan mata kuliah di Universitas Qom, Iran. Sumber penafsiran kitab tafsir al-Mizan tidak hanya berdasarkan b i al-Ma’tsur. Sebab, sebagaimana yang terkandung di dalamnya, Thabathaba’i juga menggunakan beberapa pendekatan lainnya dalam menafsirkan teks al-Qur’an, seperti pendekatan lingusitik, filosofis, sejarah, teologi dan sebagainya.
Manhaj Thabathaba'i Dalam Kitab Tafsir Al-Mizan yang dimuat di sini adalah sebuah makalah yang saya buat dan saya presentasikan sebagai bahan diskusi dalam perkuliahan Manhaj Tafsir di S2. Tentang apakah sudah dituangkan ke dalam karya tulis (skripsi/thesis/disertasi), secara umum telah banyak yang membahas mengenai tema ini. Namun, konten dari tema ini menurut saya masih bisa dikembangkan seiring dengan perkembangan pemikiran tafsir. Jadi, silahkan mendalami pembahasan tentang Thabathaba'i agar khazanah keilmuan keIslaman; terutama yang berkenaan dengan Ilmu Tafsir; bisa lebih variatif dan bermanfaat bagi kaum Muslimin. Terima kasih telah berkunjung.
This article discusses the concept of society in the Qur'an in relation to the development of Islamic education. The term community can be seen from the existence of various other terms that can be related to the concept of community development, such as the terms qaum, ummah, sha'b, qabāil. There needs to be an understanding of the ideal concept of society to develop the concept of education. Understanding the ideal concept of society is very necessary in order to develop the concept of education.